A. Beberapa literatur menjelaskan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali mengusahakannya sebagai bahan makanan dan minuman adalah suku Indian Maya dan suku Astek (Aztec).
- Mereka memanfaatkan kakao sebelum orang-orang kulit putih di bawah pimpinan Christopher Colombus menemukan Amerika. Suku Indian Maya adalah suku yang dulunya hidup di wilayah yang kini disebut sebagai Guatemala, Yucatan, dan Honduras (Amerika Tengah). Ketika bangsa Spanyol datang pada tahun 1591, suku Astek-lah yang mereka kenal sebagai penanam dan yang mengusahakan tanaman kakao. Pada waktu itu, pengolahan biji kakao oleh orang-orang Indian dilakukan dengan cara menyimpan biji kakao dan mengeringkannya di bawah sinar matahari.
- Bij yang telah dikeringkan tersebut selanjutnya disangrai di dalam pot tanah, tetapi sebelumnya kulit bijinya dihilangkan dan digerus dengan lumpang batu. Adonan ini kemudian dicampur dengan jagung dan rempah dan dijadikan makanan berupa kue atau dodol. Untuk membuat minuman, secuil kue ini diaduk dengan air yang dapat juga ditambahkan dengan vanili. Campuran ini disebut dengan “chocolatl”. Pada waktu itu biji kakao tidak hanya digunakan sebagai minuman, tetapi juga digunakan sebagai alat barter, pembayaran upeti, juga digunakan dalam kegiatan upacara keagamaan dan pengobatan.
- Bangsa Spanyol pada saat itu tidak menyukai cokelat hasil olahan suku Astek. Mereka mulai mencari cara pengolahan sendiri dengan menyangrai biji kakao, kemudian menumbuknya dan menambahkan gula tebu. Ternyata hasil pengolahan dengan cara seperti ini lebih cocok dengan selera mereka. Karena itu, pada akhirnya bangsa Spanyol memperkenalkan gula tebu ke Meksiko pada tahun 1522 – 1524. Orang – orang Spanyol juga tercatat sebagai penanam pertama kakao di Trinidad pada tahun 1525. Di samping bangsa Spanyol, bangsa Belanda juga tercatat sebagai perintis penanam kakao di Asia.
- Pengenalan pertama kakao kepada orang-orang Eropa terjadi pada tahun 1528. Orang – orang Spanyol membawa pulang beberapa kakao yang sudah mereka olah dan mereka persembahkan kepada Raja Charles V. Karena rasanya yang sangat lezat, cokelat menjadi terkenal di Spanyol sebagai makanan dan minuman yang baru. Pada awal tahun 1550, pengenalan kakao semakin meluas hingga ke seluruh daratan Eropa. Beberapa pabrik cokelat telah berdiri, seperti di Lisbon (Portugal), Genoa, Turin (Italia), dan Marseilles (Prancis). Selanjutnya, perdagangan biji kakao antara Amerika dan Eropa berkembang pesat (van Hall, 1932). Kakao semakin terkenal setelah ditemukannya cara dan alat untuk mengekstrak biji kakao menjadi lemak kakao (cocoa butter) dan bubuk cokelat (cocoa powder) oleh C.J. Van Houten sekitar tahun 1828 di Belanda. Setelah tahun 1878 cara membuat susu cokelat ditemukan oleh M. Daniel Peter di Swiss.
B. Di Indonesia, tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun 1560 di Minahasa, Sulawesi Utara. Ekspor dari pelabuhan Manado ke Manila tahun 1825 hingga 1838 tercatat sebanyak 92 ton. Nilai ekspor tersebut dikabarkan menurun karena adanya serangan hama pada tanaman kakao. Tahun 1919 Indonesia masih mampu mengekspor sampai 30 ton, tetapi setelah tahun 1928 ternyata ekspor tersebut terhenti (van Hall, 1932). Menurut van Hall, pada tahun 1859 sudah terdapat 10.000 – 12.000 tanaman kakao di Ambon. Dari pohon sebanyak itu dihasilkan 11,6 ton kakao. Namun, kemudian tanamannya hilang tanpa ada informasi lebih lanjut.
- Sekitar tahun 1880, beberapa perkebunan kopi di Jawa Tengah milik orang-orang Belanda mulai melakukan percobaan menanam kakao yang kemudian disusul perkebunan di Jawa Timur karena pada saat itu kopi Arabika mengalami kerusakan akibat terserang penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Pada tahun 1888 oleh Henri D. MacGilavry yang mengenal sifat-sifat baik kakao Venezuela terutama mengenai mutunya, didatangkan puluhan semaian baru dari Venezuela. Namun, sangat disayangkan karena yang bertahan hidup hanya satu pohon. Pada saat tanaman kakao tersebut mulai menghasilkan ternyata buahnya kecil-kecil, bijinya gepeng, dan warna kotiledonnya ungu, tetapi setelah biji-biji yang dihasilkan tersebut ditanam kembali, ternyata dapat menghasilkan tanaman yang sehat, buah dan bijinya besar, serta tidak disukai hama penggerek buah kakao (kakao mot) dan Helopeltis.
- Dari pohon-pohon yang baik tersebut dipilih beberapa pohon sebagai pohon induk dan dikembangkan secara klonal. Upaya ini dilakukan di Perkebunan Djati Runggo (dekat Salatiga, Jawa Tengah), sehingga klon-klon yang dihasilkan diberi nama DR atau kependekan dari Djati Runggo. Berkat penemuan klon-klon DR (DR 1, DR 2, dan DR 3) ini perkebunan kakao ini dapat bertahan, bahkan selain di Jawa Tengah berkembang juga perkebunan kakao di Jawa Timur dan Sumatera.
- Coklat atau kakao menjadi salah satu hasil bumi yang dapat dijadikan berbagai macam olahan makanan. Meskipun tidak dapat dimakan secara langsung, coklat juga termasuk bahan makanan yang penting mengingat saat ini banyak sekali makanan yang menggunakan coklat sebagai bahan pembuatan utamanya.
Tidak heran jika coklat menjadi komoditi yang cukup diandalkan di negara kita. Sebagai info, daerah penghasil coklat di Indonesia hampir sebagian besar dikuasai oleh Sulawesi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ada 5 daerah penyumbang kakao terbesar di negara Indonesia.
Urutan Daerah Penghasil Coklat terbaik dan terbaik di Indonesia
1. Sulawesi Tengah (128.198 ton)
- Provinsi yang berada di Pulau Sulawesi ini menjadi daerah penghasil coklat terbesar di Indonesia dengan jumlah penghasilan coklatnya sebanyak 128.198 ton di tahun 2020. Nampaknya petani-petani di daerah Sulawesi Tenggara sudah banyak yang memahami teknik fermentasi, sehingga proses pembuatan coklat yang memerlukan fermentasi dari biji kakao pun sudah biasa bagi petani di daerah ini.
- Pertumbuhan kakao provinsi ini juga cukup bagus di beberapa tahun terakhir yakni 24,74%. Di tahun 2019, penghasilan kakao Sulteng sekitar 127,669. Bahkan provinsi yang beribukota di kota Palu ini berhasil menyalip Sulawesi Tenggara yang sempat memimpin perkebunan coklat pada tahun 2019.
2. Sulawesi Tenggara (126.983 ton)
- Sulawesi Tenggara menjadi daerah penghasil coklat di Indonesia yang menempati urutan kedua. Sumber penghasilan coklat dari Sulawesi Tenggara memang menurun dari 137.737 ton di 2019. Sehingga posisinya sebagai penghasil kakao terbesar tergeser di tahun 2020.
- Provinsi yang beribukota di Kendari ini menghasilkan kakao sebesar 126.983 ton coklat di tahun 2020. Meski demikian, pertumbuhan perkebunan coklat di daerah ini cukup baik yakni 32,59 persen.
3. Sulawesi Selatan (108.983 ton)
- Masih dari pulau Sulawesi, ada provinsi Sulawesi Selatan yang menempati urutan ketiga daerah penghasil coklat di Indonesia. Provinsi ini menghasilkan setidaknya 108.983 ton kakao di tahun 2020. Pertumbuhan perkebunan kakao di daerah ini juga cukup baik di beberapa tahun terakhir yakni 24.46 persen.
- Meski demikian, penghasilan coklat Sulawesi Selatan memang menurun dari tahun sebelumnya. Di tahun 2019, provinsi beribukota Makassar ini menghasilkan 118,775 ton kakao.
4. Sulawesi Barat (65.645 ton)
- Urutan keempat yaitu provinsi Sulawesi Barat. Komoditas kakao di daerah ini memang tidak sebesar tiga provinsi tetangga di Sulawesi. Namun, provinsi ini masih mempertahankan posisinya sebagai salah satu daerah penghasil kakap terbesar di nusantara.
- Di tahun 2020, provinsi yang beribukota di Mamuju ini menghasilkan 65.645 ton kakao. Hasil perkebunan ini memang menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai angka lebih dari 70.000 ton. Namun, pertumbuhan kakao di beberapa tahun terakhir terbilang masih cukup baik yakni 32,12 persen.
5. Lampung (58,176 ton)
- Di posisi terakhir sebagai daerah penghasil coklat di Indonesia adalah provinsi Lampung. Secara mengejutkan Lampung berhasil menyalip Sumatra Barat sebagai daerah penyumbang kakao terbesar dari pulau Sumatra. Provinsi ini menghasilkan coklat sebanyak 58.176 ton di tahun 2020.
- Meski menurun 1 ton dari tahun sebelumnya, namun angka tersebut sudah cukup mengantarkan Lampung menjadi provinsi kelima penghasil kakao terbesar di Indonesia. Pertumbuhan hasil perkebunan ini juga cukup impresif di beberapa tahun terakhir. Lampung tercatat memiliki pertumbuhan sebesar 67,17 persen. Angka ini menunjukan konsistensi Lampung di komoditas coklat nasional.
BACA JUGA : Bisnis Peternakan Dengan Modal Sedikit Dan Mudah Dijalani (KLIK DISINI)